Etika
Dalam Berdakwah Dan Hikmah Dakwah Dalam Kehidupan
A. Pengertian etika
Istilah etika bersal dari bahasa yunani kuno yaitu “ethos” dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arati seperti tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaaan, adat, akhlak, watak, perasaaan sikap, cara
berfikir.[1][1]K. Bertens, membedakan etika menjadi
tiga arti yaitu :
1.
Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moreal yang
menjadi pengangaan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
2.
Etika adalah kumpulan asas atau nilai moral.
3.
Etika dalah ilmu tentang yang baik dan buruk.
Selain itu
etika dapat diartikan sebgaimana dalam beberapa arti berikut ini:
1.
Pandangan benar dan salah menurut
rasio.
2.
Moralitas atau suatu tindakan yanjg didasarkan pada
ide filsafah.
3.
Kebenaran yang bersifat universal.
4.
Tindakan yang melahirkan konsekuensi logis yang baik
bagi kehidupan manusia.
5.
Pandangan tentang nilaiperbuatan baik dan perbuatan
buruk yang bersifat relatif dan bergantung pada situasi dan kondisi.
Dari pendapat diatas, bisa diartikan bahwa etika adalah nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pengangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Dengan demikian kumpulan asas atau nilai moral
tersebut diharapkan dapat digunakan untuik mengatur tingkah laku individu atau
kelompok agar sesuai dengan tatanan nilai yang di inginkan.
B. Pengertian Etika dakwah
Urgensi etika dakwah, asumsi tersenbut antara lain: pertama islam sebagai yang mulia mutlak harus didakwahkan secara
baik dan benar. Kedua, dakwah itu
harus sukses, ketiga, dalam berdakwah
ada nilai yang harus dipatuhi, keempat,
dalam berdakwah harus memperhatikan situasi dan kondisi.
Secara umum etika dakwah menunjukkan pada dua hal yaitu ; Pertama, sebagai disiplin ilmu yang
mepelajari nilai-nilai dan pemebenaranya. Kedua,
sebgai pokok permasalahan disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai kehidupan
yang sungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku.
Selain itu, etika juga dapat membantu manusia bertindak secara bebas dan
dapat memeptangung jawabkannya, etika memeberi manusia untuk berorientasi
tentang bagaimana ia menjalani hidupnya melaui rangkaian tindakan sehari-hari.
Berkaitan dengan etika dakwah tentunya memiliki peranan yang besar dalam
mempersiapkan dalam mempersiapkan kader da’i yang etis dan profesional. Selain
itu profesionalisme juga terlihat dari prilaku dan apa yang ada dalam dirinya.
Setelah orang memiliki nilai-nilai etis, tentunya akan melahirkan
profesionalisme. Jika seseorang dai memiliki sifat ini, yakni etis dan
profesionalisme, maka tenbtunya kegiatan dakwahnya akan berjalan secara
optimal.
C. Macam-Macam Etika Dalam Berdakwah
1.
Qawlan Ma’rufan (perkataan yang baik)
Qaulan ma’rufan berarti perkataan yang baik. Qaulan ma’rufan, berarti
pembicaraan yang bermanafaaat, memeberikan pengetahuan, mencerahkann pemikiran,
menunjukkan pemecahan masalah atau kesulitan. Kepada orang yang lemah,
seseorang bila tidak bisa membantu secara material, maka ia harus memberikan
bantun secara psikologis. Allah SWT. Berfirman
Qawlan ma’rufan dan pemberian maaaf lebih baik dari pada sedekah yang di ikuti
dengan perkataan yang menyakitkan. Sebagaimana firman-Nya berikut ini.
قَوْلُُ مَّعْرُوفُُ وَ مَغْفِرَةٌ خَيْرُُ مِّنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَآأَذًى وَاللهُ غَنِيٌّ حَلِيمُُ
"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih
baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si
penerima). Allah Mahakaya lagi Maha Penyantun." (Al-Baqarah: 263).
Berkomunikasi yang baik
sebagaimana digambaran ayat di atas adalah bagimana seseorang melakukan
penolakan secara halus. Sementara maksud pemberian maaf di sini adalah bagimana
seseorang bisa memanfaatkan tingkah laku yang berkurang sopan dari si peminta.
Artinya, ajaran islam mementingkan perasaan orang lain supaya jangan
tersinggung oleh ungkapan yang tidakn ma’ruf. Etika tersebut tentu akan lebih
penting lagi, jika dilihat dari sudut komunikasi publik yang jumlah mad’u-Nya.bersifat
massal. Jika seseorang tidak mampu berkomunikasi (lisan maupun tulisan) secara
baik dan pantas dengan publik, maka sebetulnya ia dinilai sebagai orang yang
tidak mempunyai etika komunikasi dakwah.
2.
Qawlan Kariman (memperlakukan oranglain dengan penuh
rasa hormat)
Ungkapan qawlan kariman dalam al-quran tersebut
dalam surat Al-Isra’ ayat 23 berikut ini :
“dan tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”
Dalam ayat
di atas dijelaskan tuntunan komunikasi dalam islam pada manusia yang posisinya
lebih rendah kepada orang lain yang posisinya lebih tinggi, apalagi orang tua
sendiri yang sangat besar jasanya dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya.
“qawlan kariman, menyiratkan satu
prinsip utama dalam komunikasi dakwah: penghormatan. Komunikasi dalam dakwah,
harus memperlakukan oranglain dengan penuh rasa hormat.
3.
Qawlan maysuran (mempergunakan bahasa yang mudah di
mengerti )
Dalam al-quran ditemukan istilah qawlan masyuran yang merupakan tuntutan
komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah di mengerti dan melegakan
perasaan. Allah swt telah berfirman berikut ini :
“Dan jika kamu berpaling dari mereka
untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada
mereka ucapan yuang pantas.
Demikianlah
bentuk komunikasi yang hangat di dalam Islam, sehingga penolakan permintaan
tidak boleh menyinggung perasaan orang lain, suatu komunikasi yang sangat indah
memelihara keharmonisan dalam tata pergaulan umat. Meskipun komunikasi diatas
lebih berkonotasi dalam suasana tatap muka, namun kehangatan komunikasi serta
ungkapan lemah lembut, mudah dimengerti juga berlaku juga pada dimensi yang
lain.
4. Perkataan
yang baligh, fasih, dewasa, menyentuh kepada hati.
Menggunakan
pilihan kata yang menyentuh kepada hati seseorang juga menjadi keutamaan.
Karena dalam banyak kisah-kisah Islam kita temukan, seseorang menerima
kebenaran Islam justru bukan dari perdebatan dalil-dalil, tetapi justru ketika
hatinya tersentuh dengan kata-kata dan akhlak mulia Rasulullah saw dan para
pengikutnya.
5. Perkataan
yang karim, mulia, hormat, sopan.
Lagi-lagi,
kesantunan juga harus tetap diutamakan. Pemilihan kata yang santun, menunjukkan
rasa hormat pada lawan bicara. Ini juga akan menghadirkan respek dari lawan
bicara kepada kita. Ketika mereka merasa dihargai, maka insya Allah, kebenaran
yang ingin kita sampaikan akan lebih bisa diterima.
D. Macam-Macam Kode Etik Dakwah
Adapun kode etik dakwah diantaranya:
1. Tidak
Memisahkan Antara Ucapan Dan Perbuatan
Para da’i
hendaknya tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan, dalam artian apa saja yang
diperintahkan kepada mad’u, harus pula dikerjakan oleh da’i. seorang da’i yang
tidak beramal sesuai dengan ucapannya ibarat pemanah tanpa busur. Hal ini
bersumber pada QS. Al-shaff:2-3 yang
artinya : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang
tidak kalian kerjakan? Amat besar murka
disisi Allah, bahwa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan”.
2. Tidak Melakukan Toleransi Agama
Tasamuh
memang dinjurkan dalam islam, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu dan tidak
menyangkut masalah agama.
3. Tidak Menghina Sesembahan Non Muslim
Kede Etik
ini berdasarkan QS. Al-an’am:108
“dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan”.
4. Tidak Melakukan Diskriminasi Sosial
Hal ini
berdasarkan QS. Abasa:1-2 :
“Dia(Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang
buta padanya”.
5. Tidak Memungut Imbalan
Dalam hal
ini memang masih terjadi perbedaan anatara boleh atau tidaknya memungut imbalan
dalam berdakwah. Ada 3 kelompok yang berpendapat mengenai hal ini:
·
Mazhab
Hanafi berpendapat bahwa memungut imbalan dalam berdakwah hukumnya haram secara
mutlaq, baik dengan perjanjian sebelumya atau tidak.
·
Imam Malik
bin anas, Imam Syafi’I, membolehkan memungut biaya atau imbalan dalam
menyebarkan islam baik dengan perjanjian sebelunya atau tidak.
·
Al-Hasan
al-Basri, Ibn Sirin, Al-Sya’ibi dan lainnya, mereka membolehkan memungut biaya
dalam berdakwah, tapi harus diadakan perjanjian terlebih dahulu.
6. Tidak Berteman Dengan Pelaku Maksiat
Berkawan
dengan pelaku maksiat ini dikhawatirkan akan berdampak buruk, karena orang yang
bermaksiat itu beranggapan seakan-akan perbuatan maksiatnya itu direstui
dakwah, pada sisi lain integritas seorang da’i tersebut akan berkurang.
7. Tidak Menyampaikan Hal-Hal Yang Tidak Diketahui
Da’i yang
menyampaikan suatu hukum, sementara ia tidak mengetahui hukum itu pasti ia akan
menyesatkan umat. Seorang dakwah tidak boleh asal menjawab pertanyaan orang
menurut seleranya sendiri tanpa ada dasar hukumnya. Hal ini berdasarkan QS.
Al-Isra’:36
“dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan
diminta pertanggung jawabannya.”
E. Hikmah Kode Etik Dakwah
Rambu-rambu etis dalam berdakwah atau yang disebut dengan kode etik dakwah
apabila diaplikasiakn dengan sungguh-sungguh akan berdampak pada mad’u atau
oleh sang da’i. pada mad’u akan memperoleh simpati atau respon yang baik karena
dengan menggunakan etika dakwah yang benar akan tergambaar bahwa islam itu merupakan
agama yang harmonis, cinta damai, dan yang penuh dengan tatanan-tatanan dalam
kehidupan masyarakat. Namun secara umum hikmah dalam pengaplikasian kode etik
dakwah itu adalah:
1. Kemajuan ruhani, dimana bagi seorang juru dakwah
ia akan selalu berpegang pada rambu-rambu etis islam, maka secara otomatisia
akan memiliki akhlak yang mulia.
2. Sebagai penuntun kebikan, kode etik dakwah bukan menuntun sang da’i pada
jalan kebaikan tetapi mendorong dan memotivasi membentuk kehidupan yang suci dengan memprodusir kebaikan dan
kebajikan yang mendatangkan kemanfaatan bagi sang da’i khususnya dan umat
manusia pada umumnya.
3. Membawa pada kesmpurnaan iman. Iman yag sempurna akan melahirkan
kesempurnaan diri. Dengan bahasa lain bahwa keindahan etika adalah manifestasi
kesempurnaan iman.
4. Kerukunan antar umat beragama, untuk membina keharmonisan secara ekstern
dan intern pada diri sang da’i.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar