Sabtu, 25 Juni 2016

Etika Dalam Berdakwah Dan Hikmah Dakwah Dalam Kehidupan



Etika Dalam Berdakwah Dan Hikmah Dakwah Dalam Kehidupan
A.     Pengertian etika
Istilah etika bersal dari bahasa yunani kuno yaitu “ethos” dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arati seperti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaaan, adat, akhlak, watak, perasaaan sikap, cara berfikir.[1][1]K. Bertens, membedakan etika menjadi tiga arti yaitu :
1.      Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moreal yang menjadi pengangaan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2.      Etika adalah kumpulan asas atau nilai moral.
3.      Etika dalah ilmu tentang yang baik dan buruk.
Selain itu etika dapat diartikan sebgaimana dalam beberapa arti berikut ini:
1.       Pandangan benar dan salah menurut rasio.
2.      Moralitas atau suatu tindakan yanjg didasarkan pada ide filsafah.
3.      Kebenaran yang bersifat universal.
4.      Tindakan yang melahirkan konsekuensi logis yang baik bagi kehidupan manusia.
5.      Pandangan tentang nilaiperbuatan baik dan perbuatan buruk yang bersifat relatif dan bergantung pada situasi dan kondisi.
Dari pendapat diatas, bisa diartikan bahwa etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pengangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dengan demikian kumpulan asas atau nilai moral tersebut diharapkan dapat digunakan untuik mengatur tingkah laku individu atau kelompok agar sesuai dengan tatanan nilai yang di inginkan.
B.     Pengertian Etika dakwah
Urgensi etika dakwah, asumsi tersenbut antara lain: pertama islam sebagai yang mulia mutlak harus didakwahkan secara baik dan benar. Kedua, dakwah itu harus sukses, ketiga, dalam berdakwah ada nilai yang harus dipatuhi, keempat, dalam berdakwah harus memperhatikan situasi dan kondisi.
Secara umum etika dakwah menunjukkan pada dua hal yaitu ; Pertama, sebagai disiplin ilmu yang mepelajari nilai-nilai dan pemebenaranya. Kedua, sebgai pokok permasalahan disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai kehidupan yang sungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku.
Selain itu, etika juga dapat membantu manusia bertindak secara bebas dan dapat memeptangung jawabkannya, etika memeberi manusia untuk berorientasi tentang bagaimana ia menjalani hidupnya melaui rangkaian tindakan sehari-hari.
Berkaitan dengan etika dakwah tentunya memiliki peranan yang besar dalam mempersiapkan dalam mempersiapkan kader da’i yang etis dan profesional. Selain itu profesionalisme juga terlihat dari prilaku dan apa yang ada dalam dirinya. Setelah orang memiliki nilai-nilai etis, tentunya akan melahirkan profesionalisme. Jika seseorang dai memiliki sifat ini, yakni etis dan profesionalisme, maka tenbtunya kegiatan dakwahnya akan berjalan secara optimal.
C.     Macam-Macam Etika Dalam Berdakwah
1.      Qawlan Ma’rufan (perkataan yang baik)
Qaulan ma’rufan berarti perkataan yang baik. Qaulan ma’rufan, berarti pembicaraan yang bermanafaaat, memeberikan pengetahuan, mencerahkann pemikiran, menunjukkan pemecahan masalah atau kesulitan. Kepada orang yang lemah, seseorang bila tidak bisa membantu secara material, maka ia harus memberikan bantun secara psikologis.  Allah SWT. Berfirman Qawlan ma’rufan dan pemberian maaaf lebih baik dari pada sedekah yang di ikuti dengan perkataan yang menyakitkan. Sebagaimana firman-Nya berikut ini.

قَوْلُُ مَّعْرُوفُُ وَ مَغْفِرَةٌ خَيْرُُ مِّنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَآأَذًى وَاللهُ غَنِيٌّ حَلِيمُُ
"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Mahakaya lagi Maha Penyantun." (Al-Baqarah: 263).
Berkomunikasi yang baik sebagaimana digambaran ayat di atas adalah bagimana seseorang melakukan penolakan secara halus. Sementara maksud pemberian maaf di sini adalah bagimana seseorang bisa memanfaatkan tingkah laku yang berkurang sopan dari si peminta. Artinya, ajaran islam mementingkan perasaan orang lain supaya jangan tersinggung oleh ungkapan yang tidakn  ma’ruf. Etika tersebut tentu akan lebih penting lagi, jika dilihat dari sudut komunikasi publik yang jumlah mad’u-Nya.bersifat massal. Jika seseorang tidak mampu berkomunikasi (lisan maupun tulisan) secara baik dan pantas dengan publik, maka sebetulnya ia dinilai sebagai orang yang tidak mempunyai etika komunikasi dakwah.
2.      Qawlan Kariman (memperlakukan oranglain dengan penuh rasa hormat)
Ungkapan qawlan kariman dalam al-quran tersebut dalam surat Al-Isra’ ayat 23 berikut ini :
“dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”
Dalam ayat di atas dijelaskan tuntunan komunikasi dalam islam pada manusia yang posisinya lebih rendah kepada orang lain yang posisinya lebih tinggi, apalagi orang tua sendiri yang sangat besar jasanya dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. “qawlan kariman, menyiratkan satu prinsip utama dalam komunikasi dakwah: penghormatan. Komunikasi dalam dakwah, harus memperlakukan oranglain dengan penuh rasa hormat.
3.         Qawlan maysuran (mempergunakan bahasa yang mudah di mengerti )
Dalam al-quran ditemukan istilah qawlan masyuran yang merupakan tuntutan komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah di mengerti dan melegakan perasaan. Allah swt telah berfirman berikut ini :
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yuang pantas.
Demikianlah bentuk komunikasi yang hangat di dalam Islam, sehingga penolakan permintaan tidak boleh menyinggung perasaan orang lain, suatu komunikasi yang sangat indah memelihara keharmonisan dalam tata pergaulan umat. Meskipun komunikasi diatas lebih berkonotasi dalam suasana tatap muka, namun kehangatan komunikasi serta ungkapan lemah lembut, mudah dimengerti juga berlaku juga pada dimensi yang lain.
4.      Perkataan yang baligh, fasih, dewasa, menyentuh kepada hati.
Menggunakan pilihan kata yang menyentuh kepada hati seseorang juga menjadi keutamaan. Karena dalam banyak kisah-kisah Islam kita temukan, seseorang menerima kebenaran Islam justru bukan dari perdebatan dalil-dalil, tetapi justru ketika hatinya tersentuh dengan kata-kata dan akhlak mulia Rasulullah saw dan para pengikutnya.
5.      Perkataan yang karim, mulia, hormat, sopan.
Lagi-lagi, kesantunan juga harus tetap diutamakan. Pemilihan kata yang santun, menunjukkan rasa hormat pada lawan bicara. Ini juga akan menghadirkan respek dari lawan bicara kepada kita. Ketika mereka merasa dihargai, maka insya Allah, kebenaran yang ingin kita sampaikan akan lebih bisa diterima.
D.     Macam-Macam Kode Etik Dakwah
Adapun kode etik dakwah diantaranya:

1.      Tidak Memisahkan Antara Ucapan Dan Perbuatan
Para da’i hendaknya tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan, dalam artian apa saja yang diperintahkan kepada mad’u, harus pula dikerjakan oleh da’i. seorang da’i yang tidak beramal sesuai dengan ucapannya ibarat pemanah tanpa busur. Hal ini bersumber pada QS. Al-shaff:2-3  yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak  kalian kerjakan? Amat besar murka disisi Allah, bahwa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan”.
2.      Tidak Melakukan Toleransi Agama
Tasamuh memang dinjurkan dalam islam, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu dan tidak menyangkut masalah agama.
3.      Tidak Menghina Sesembahan Non Muslim
Kede Etik ini berdasarkan QS. Al-an’am:108
“dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan”.
4.      Tidak Melakukan Diskriminasi Sosial
Hal ini berdasarkan QS. Abasa:1-2 :
“Dia(Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta padanya”.
5.      Tidak Memungut Imbalan
Dalam hal ini memang masih terjadi perbedaan anatara boleh atau tidaknya memungut imbalan dalam berdakwah. Ada 3 kelompok yang berpendapat mengenai hal ini:
·         Mazhab Hanafi berpendapat bahwa memungut imbalan dalam berdakwah hukumnya haram secara mutlaq, baik dengan perjanjian sebelumya atau tidak.
·         Imam Malik bin anas, Imam Syafi’I, membolehkan memungut biaya atau imbalan dalam menyebarkan islam baik dengan perjanjian sebelunya atau tidak.
·         Al-Hasan al-Basri, Ibn Sirin, Al-Sya’ibi dan lainnya, mereka membolehkan memungut biaya dalam berdakwah, tapi harus diadakan perjanjian terlebih dahulu.
6.      Tidak Berteman Dengan Pelaku Maksiat
Berkawan dengan pelaku maksiat ini dikhawatirkan akan berdampak buruk, karena orang yang bermaksiat itu beranggapan seakan-akan perbuatan maksiatnya itu direstui dakwah, pada sisi lain integritas seorang da’i tersebut akan berkurang.
7.      Tidak Menyampaikan Hal-Hal Yang Tidak Diketahui
Da’i yang menyampaikan suatu hukum, sementara ia tidak mengetahui hukum itu pasti ia akan menyesatkan umat. Seorang dakwah tidak boleh asal menjawab pertanyaan orang menurut seleranya sendiri tanpa ada dasar hukumnya. Hal ini berdasarkan QS. Al-Isra’:36
“dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.”

E.     Hikmah Kode Etik Dakwah
Rambu-rambu etis dalam berdakwah atau yang disebut dengan kode etik dakwah apabila diaplikasiakn dengan sungguh-sungguh akan berdampak pada mad’u atau oleh sang da’i. pada mad’u akan memperoleh simpati atau respon yang baik karena dengan menggunakan etika dakwah yang benar akan tergambaar bahwa islam itu merupakan agama yang harmonis, cinta damai, dan yang penuh dengan tatanan-tatanan dalam kehidupan masyarakat. Namun secara umum hikmah dalam pengaplikasian kode etik dakwah itu adalah:
1.      Kemajuan ruhani, dimana bagi seorang juru dakwah ia akan selalu berpegang pada rambu-rambu etis islam, maka secara otomatisia akan memiliki akhlak yang mulia.
2.         Sebagai penuntun kebikan, kode etik dakwah bukan menuntun sang da’i pada jalan kebaikan tetapi mendorong dan memotivasi membentuk kehidupan yang  suci dengan memprodusir kebaikan dan kebajikan yang mendatangkan kemanfaatan bagi sang da’i khususnya dan umat manusia pada umumnya.
3.        Membawa pada kesmpurnaan iman. Iman yag sempurna akan melahirkan kesempurnaan diri. Dengan bahasa lain bahwa keindahan etika adalah manifestasi kesempurnaan iman.
4.        Kerukunan antar umat beragama, untuk membina keharmonisan secara ekstern dan intern pada diri sang da’i.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar